Kesatria Pelangi

>> Thursday, December 25, 2008



Bumi tidak membutuhkan superhero sebagai sahabatnya. Cukup manusia biasa yang mencintainya dengan tulus.

Dari sebuah bar di Hotel Cecil, Vancouver, Kanada, gerakan itu bermula. Pada awalnya adalah segerombol tukang protes yang berbaur dengan hippies yang seakan-akan tak menggenggam masa depan di tangannya—kebanyakan mereka pemadat, bohemian, berantakan, alkoholik. Dalam semacam “pertemuan rutin” di bar itulah, sembari merubung meja penuh bir, kelompok kecil itu berdikusi tentang berbagai hal: Marxisme, yoga, sampai persoalan ekologi.

Masa itu, dekade 1960-an, adalah sebuah zaman yang bergolak di Amerika Serikat. Anak-anak muda yang merasa ditipu pemerintah, memutuskan turun dan hidup di jalanan, menentang perang sembari hidup dengan cara-cara yang menentang konvensi moral dan nilai-nilai sosial yang dianut kebanyakan orang. Gerakan anak muda—yang kemudian acap disebut sebagai “generasi bunga” itu—adalah sebentuk protes jalanan dengan cara-cara yang sepenuhnya anti-kekerasan—paling-paling mereka hanya mengonsumsi alkohol, narkotika, atau melakukan hubungan seks di luar pernikahan.

Di antara gemuruh protes itulah Jim Bohlen dan Irwing Stowe kemudian bertemu di sebuah tempat di Washington. Pertemuan dua hippies itu kemudian menghasilkan kesepakatan untuk pindah ke Kanada dan memulai “sesuatu” di sana. Vancouver adalah tempat yang mereka tuju.

Bersama segerombolan hippies lain, Bohlen dan Stowe kemudian menggelar pertemuan rutin di Hotel Cecil. Kita tak bisa membayangkan bagaimana mereka berdiskusi. Barangkali, mereka berdebat di antara busa bir murahan sembari mengelilingi meja di dekat telepon umum sampai mabuk atau pingsan—lokasi dekat telepon umum dipilih supaya mereka mudah menghubungi aktivis lain dan wartawan.

Pada suatu waktu, gerombolan hippies ini memutuskan menggelar aksi protes yang dipenuhi kenekadan. Sasaran mereka adalah percobaan nuklir Amerika Serikat yang dilaksanakan di Amchitka dan Aleutian, gugusan pulau karang dekat Alaska. Marie Bohlen, istri Jim Bohlen, mengusulkan bentuk protes yang unik: mendatangi situs percobaan itu dengan menumpang kapal. Usulan ini disepakati. Dengan sebuah kapal rongsok tak laik layar yang dikasih nama “Phyllis Cormack”, Bohlen dan kawan-kawannya—terdiri dari sejumlah aktivis plus wartawan—kemudian berlayar menuju Alaska.

Pelayaran mereka telah disepakati sebagai aksi damai. Yang akan mereka lakukan hanya tiga hal: datang, lihat, diam. Secara sadar, mereka hendak menjadi saksi bisu dari uji coba nuklir itu. Tapi, pada akhirnya mereka tak pernah benar-benar bisu. Tiap sore, Ben Metcalfe, wartawan Radio CBC Kanada yang ikut dalam pelayaran itu, melaporkan dengan detail suasana pelayaran ke seantero negeri. Wartawan lainnya yang juga ikut, Robert Hunter dari The Vancouver Sun, menuliskan kisah pelayaran itu sebagai berita utama.

Dengan publikasi yang demikian, pelayaran itu memang kemudian jadi legenda. Padahal, yang mereka lakukan di sana sebenarnya tak banyak. Selama dua jam, mereka sempat menutup perbatasan Kanada-AS sebagai bentuk protes. Setelah itu, mereka diusir Angkatan Laut AS. Mereka pergi tapi telah menggenggam kemenangan. Para wartawan berduyun menanti mereka di pelabuhan. Suku Kwakuitl di Amchitka bahkan memberi hadiah pada mereka berupa dua gambar ikan paus di dalam lingkaran—simbol kehidupan suku itu.
***

Kisah pelayaran Bohlen, Stowe, dan kawan-kawannya memprotes uji coba nuklir AS adalah legenda yang kemudian melahirkan kelompok pecinta lingkungan Greenpeace. Kita mengenal kelompok itu sebagai sekumpulan pecinta lingkungan yang kadang melakukan aksi-aksi ekstrem dan menempuh bahaya. Tak jarang, kelompok itu kena getahnya.

Pada 10 Juli 1985, misalnya, Kapal Rainbow Warrior milik Greenpeace tenggelam di Auckland, Selandia Baru. Sekitar pukul sebelas malam hari itu, bom meledak dan membuat lubang menganga di kamar mesin Kapal Rainbow. Seorang fotografer Greenpeace, Fernando Pereira, tewas di tempat. Pelacakan sejumlah jurnalis menghasilkan kesimpulan yang mengejutkan: peledakan bom itu diatur oleh dinas rahasia Prancis.

Kala itu, Grenpeace memang sedang menggelar kampanye anti-percobaan nuklir Prancis di karang atol Maruroa di gugusan kepulauan Lautan Pasifik. Prancis rupanya berang atas aksi itu dan berniat memberi pelajaran. Namun, justru Greenpeace yang akhirnya menang. Menteri Pertahanan Prancis Charles Hernu mengundurkan diri tatkala kasus itu terbongkar. Prancis juga terpaksa menghentikan uji coba nuklir mereka.

Tenggelamnya Rainbow Warrior adalah titik yang menandai ketenaran Greenpeace. Setelah insiden duka tersebut, kelompok itu mulai mendapat dukungan secara luas. Banyak orang yang kemudian bergabung ke dalam Greenpeace setelah Rainbow Warrior tenggelam.

Dari kesedihan itulah justru tumbuh semangat baru. Dua tahun kemudian, Greenpeace kembali meluncurkan Rainbow Warrior yang jauh lebih canggih—kapal baru itu acap pula dipanggil sebagai “Rainbow Warrior II”.

Nama “Rainbow Warrior” sendiri pertama kali diusulkan Bob Hunter, salah seorang pendiri Greenpeace. Bob menimba inspirasinya dari sebuah cerita dalam buku karangan William Wiloya dan Vinson Brown berjudul Warriors of the Rainbow.

Cerita yang menginspirasi Bob Hunter adalah sebuah kisah tentang ramalan suku Indian Cree di Amerika Utara. Berdasar ramalan suku itu, diyakini akan datang suatu masa ketika Bumi sekarat karena keserakahan manusia. Tatkala masa itu tiba, muncullah sekumpulan manusia dari berbagai latar budaya yang bersama-sama melakukan aksi nyata guna menyembuhkan bumi. Mereka inilah yang disebut sebagai “Kesatria Pelangi” atau Warriors of the Rainbow.

Peluncuran kembali Rainbow adalah pencanangan kembali tekad menyelamatkan bumi sekaligus upaya mengenang insiden penenggelaman pada 1985. Agaknya, memori tentang insiden itu memang masih tertancap kuat di benak para aktivis kelompok itu—saya meyakini, musibah itu justru akan melipatgandakan semangat ketimbang menimbulkan putus asa.


“Monsieur, kamu tak bisa menenggelamkan pelangi. Bagaimana mungkin kamu menenggelamkan sebuah semangat?” begitulah bunyi salah satu bagian dari sajak panjang yang tertulis di lorong Rainbow Warrior sekarang.


Petikan sajak itu menegaskan keyakinan lama: manusia boleh menemu ajal, kapal boleh dirubuhkan hingga dasar laut paling dalam, tapi semangat tak akan usai. Tentu saja, keteguhan macam itu hanya bisa didapat tatkala cinta sudah tumbuh, kasih sayang telah mendarah-daging. Atas dasar keteguhan seperti itulah Greenpeace mantap menjadikan bumi sebagai sahabatnya.

Kita, manusia biasa yang barangkali tak memiliki keberanian dan keteguhan sekuat mereka, sebenarnya juga bisa menjadi sahabat bumi. Tidak dengan pelayaran, aksi protes yang bahaya, atau peralatan yang canggih. Sehari-hari, dalam kehidupan yang penuh hal-hal kecil, senantiasa terselip sebiji kesempatan untuk bersahabat dengan bumi, untuk menjadikannya tak terluka.

Tanpa perlu menumpang Rainbow Warrior, kita juga bisa menjadi “kesatria pelangi”.

Sukoharjo, 25 Desember 2008
Haris Firdaus
gambar diambil dari sini

8 comments:

Anonymous December 26, 2008 at 12:36:00 AM GMT+8  

Apakah ini ada hubunganya denga laskar pelangi??? hehehe...pertanyaan yang bodoh...

Saya sepakat, kita bisa mencintai bumi tempat kita berpijak ini tanpa harus berbuat seekstrim mereka...

kurangi konsumsi plastik anda sekarang juga...

Anonymous December 26, 2008 at 1:08:00 AM GMT+8  

bumi sudah tua.. dah sekarat, semoga bisa sembuh

Anonymous December 27, 2008 at 12:14:00 AM GMT+8  

klo bukan kita ya siapa lagi yg peduli bumi?

Anonymous December 27, 2008 at 5:52:00 PM GMT+8  

"...kita juga bisa menjadi “kesatria pelangi”."

kan udah ada, tapi belum "kita", ksatria itu adalah andrea hirata, pemilik laskar. hehehe

Dony Alfan December 28, 2008 at 4:07:00 AM GMT+8  

Beberapa hari yang lalu, saya 'disambut' anak2 GreenPeace di Gramedia. Ini yang kedua kalinya, dulu udah pernah. Ternyata mereka meminta dukungan (dana), tapi karena gak mampu, ya saya dukung pakai doa aja, hehe

Unknown December 31, 2008 at 7:01:00 PM GMT+8  

dengan menulis ini mas haris juga udah mencoba bersahabat dengan bumi.

Haris Firdaus January 2, 2009 at 10:38:00 PM GMT+8  

to: tukang gunem
tentu saja ada hubungannya ma laskar pelangi. sy kan masih ada relasi a andrea. ha2.

to: nothing
pasti bisa, mas kalo blm waktunya ia menemu ajal

to: omah
saya bilangin andrea lho mas. ha2

to: dony
sy jg ketemu mereka dua kali di gramedia. sm denganmu, sy dukung dg doa jg. tapi tulisan ni juga bentuk dukunganku utk mereka!

to: doa di putik kamboja
ya, persahabatan bs dimulai dg apa yg kita bs kan, mas?

bahtiar@gmail.com May 7, 2010 at 6:14:00 PM GMT+8  

alun-alun kulon proliman sukarjo sore iki ono pelangi ...

Post a Comment

  © Blogger template Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP