Proklamasi Luna dan Ilusi Kemerdekaan

>> Monday, August 11, 2008




Di hadapan iklan, tak ada sesuatu yang sakral. Semuanya bisa dipermainkan, segalanya bisa menjadi sesuatu yang lucu atau menjual. Kadang, juga menipu.

Lihat saja iklan kartu seluler XL yang terbaru. Dalam iklan tersebut, Luna Maya, ikon penting XL, tampil sebagai seorang “proklamator”. Ia berdiri di hadapan mikrophon—yang agaknya dibuat mirip dengan yang dulu dipakai Soekarno—sambil memegang secarik kertas, lalu membacakan “proklamasi baru”. Judulnya: “XL-kamasi”.

Berturut-turut setelah itu, ia membacakan “teks proklamasi” yang berisi deklarasi tentang “otonomi” para pengguna XL dalam menentukan tarif telepon mereka. Luna Maya menyebut itu sebagai “Era Baru Berkomunikasi”. Beda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang hanya disaksikan segelintir orang, proklamasi Luna disaksikan ribuan manusia karena ia disiarkan lewat teknologi komunikasi yang telah maju pesat. Mereka yang ada di warung, jalan, atau rumah, menyaksikan proklamasi itu dari tabung kaca televisi dan sontak menjadi “pendukung” dari proklamasi baru tersebut.
***

XL bukan yang pertama membuat iklan dengan tema proklamasi pada tahun ini. Sebelum iklan XL keluar, Rokok Bentoel sudah membikin iklan dengan tema proklamasi pula. Bedanya, kalau XL memplesetkan proklamasi, Bentoel hanya mengambil gambar momen saat Soekarno membacakan teks itu. Bentoel tak mengubah “momen sakral” tersebut dan hanya meminjam “auranya” saja untuk memperkuat citra produknya.

XL melakukan yang sebaliknya. Iklan produk tersebut memplesetkan habis-habisan momen maupun teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Momen proklamasi yang dulu hikmat, penuh ketegangan, dirubah 180 derajat. Proklamasi XL dibacakan Luna Maya dengan santai, penuh guyon, bahkan sempat menghadirkan sosok pocong segala. Suasana proklamasi yang sakral—minimal itu yang kita lihat dari sejarah—dirubah menjadi sebuah suasana yang akrab tapi dangkal: satu suasana khas yang sering dipakai iklan-iklan kita yang payah.

Kalau proklamasi yang dibaca Soekarno adalah sebuah penegasan tentang kebebasan sebuah bangsa, teks yang dibacakan Luna Maya adalah sebuah iklan yang sok mendeklarasikan kebebasan pula. Melalui proklamasinya, Luna dengan yakin menproklamirkan kemerdekaan bagi para pengguna XL untuk mengatur tarif komunikasi mereka. Dalam teks yang ia bacakan, seolah ada kebebasan yang ditegaskan, semacam otonomi konsumen di hadapan produsen.

Tapi benarkah ada otonomi? Benarkah ada kebebasan konsumen? Benarkah proklamasi Luna adalah sebuah pernyataan tentang kemerdekaan? Bukankah Luna adalah bagian yang integral dari produsen? Bukankah jelas-jelas masyarakat awam pun tahu ia adalah bintang iklan yang dibayar untuk menjual “kecap”? Lalu, siapakah yang tak sadar sedang dibohongi? Siapakah yang tak sadar bahwa “kecap” itu palsu?

Dengan tegas kita bisa mengatakan: otonomi yang dideklarasikan Luna adalah sebuah otonomi palsu. Kemerdekaan yang ia proklamasikan adalah dagelan paling lucu dari tren pemasaran hari ini. Bagaimana mungkin, misalnya, sebuah kemerdekaan konsumen dideklarasikan oleh sang produsen sendiri? Bukankah produsen adalah pihak yang selama ini paling berkepentingan mengontrol konsumen? Bukankah mereka akan melakukan segala cara untuk tetap menancapkan pengaruh di benak konsumen produk mereka?

Apa yang tampak dari iklan XL versi proklamasi itu adalah paradoks yang amat dalam: sang produsen hendak memberi tahu para konsumen bahwa sekarang mereka—para konsumen—telah memiliki kemerdekaan, tapi produsen XL lupa: “kemerdekaan konsumen” tak pernah mungkin dicapai jika status produsen-konsumen tak diubah. Ya, selama produsen tetap sebagai produsen, dan konsumen tetap menjadi konsumen, tak akan ada kemerdekaan.

Seorang konsumen sebuah produk tetap akan terikat pada aturan yang dikeluarkan produsen produk yang dipakainya. Titik. Ia tak akan mampu keluar dari aturan macam itu. Di mana pun, logika ini sama dan akan terus berlaku. Satu-satunya cara mencapai kemerdekaan hanya satu: berhenti jadi konsumen. Selama Anda masih menjadi konsumen XL, misalnya, Anda tak akan pernah menjadi merdeka karena selama menggunakan XL, Anda akan tetap terikat pada aturan yang dikeluarkan produk itu.

Oleh karena itulah, bisa dikatakan: menjadi konsumen memang sama dengan mempertaruhkan kemerdekaan diri sendiri. Ketika kita telah memasuki relasi konsumen-produsen, tak akan ada kebebasan dalam artinya yang paling hakiki. Tak akan ada otonomi yang murni. Yang ada hanya “sedikit kebebasan” sebagai pancingan. “Sedikit kebebasan” itu diberikan supaya kontrol yang lebih banyak bisa dilakukan. Ini seperti sebuah ungkapan: memberi ikan kecil untuk memancing ikan yang lebih besar.

Di sinilah kelihatan bahwa iklan adalah teks yang makin lihai memperdaya konsumen. Ia telah menjelma menjadi teks yang terus-terusan memproduksi cara baru dalam memikat minat kita untuk mengonsumsi. Dan, iklan XL versi proklamasi menandakan bahwa “ilusi kemerdekaan” telah menjadi salah satu strategi yang digunakan untuk memancing konsumsi yang jauh lebih besar.
***

Menjadi merdeka adalah salah satu hasrat paling alami dari manusia. Semenjak ia lahir, manusia telah memiliki naluri untuk itu. Secara insting ia akan menolak penundukan atau perbudakan, meski konstruksi sosial yang amat kuat bisa saja merepresi insting merdekanya. Tapi, pada kondisi yang normal, merdeka adalah sesuatu yang secara eksistensial dibutuhkan: ia diingini karena memberi semacam “kesejatian” pada hidup manusia.

Apalagi, hidup bukan sekadar ritual kegiatan sehari-hari. Hidup juga sesuatu yang dijalankan dengan tafsir makna. Sebuah tindakan dilakukan bukan hanya karena ia dibutuhkan secara praktis tapi karena ia memiliki makna. Kemerdekaan dibutuhkan karena memang ia memberi manusia sebuah “makna” yang tak akan sampai jika hidup ada dalam represi. Sebuah hidup yang merdeka adalah hidup yang akan memberi “kesehatan jiwa”. Karena itulah kemerdekaan menjadi sesuatu yang terus menarik manusia. Ia terus-terusan hendak digapai.

Saya kira, hal ini pula yang menyebabkan XL membuat dan menyebarluaskan “ilusi kemerdekaan” melalui iklan terbarunya. Iklan itu memang punya titik masuk yang jelas, juga penempatan waktu yang pas. Hari-hari ini, orang sedang dan akan mengenang proklamasi dan kemerdekaan Indonesia. Meski kenangan itu hanya ritual, tapi pada bulan-bulan ini memori masyarakat tetap akan jauh lebih mudah menyimpan apa saja yang berbau proklamasi atau kemerdekaan.

Apalagi, yang ditonjolkan adalah “kemerdekaan konsumen”: sesuatu yang jelas-jelas akan memancing minat dan atensi. Tapi, mereka yang eling lan waspada tetap akan tahu: “kemerdekaan konsumen” itu hanya ilusi dan tetap akan jadi ilusi.

Jadi, selamat menikmati ilusi!

Sukoharjo, 11 Agustus 2008
Haris Firdaus

14 comments:

Anonymous August 12, 2008 at 3:54:00 PM GMT+8  

Ya, saya menikmati ilusi tersebut. Karena ilusi itu diantarkan dengan cantik oleh Luna Maya...hahahaha...wes ben waelah bro para provider itu perang tarip, lha wong yang diuntungkan kita2 juga para konsumen...

Unknown August 12, 2008 at 4:03:00 PM GMT+8  

konsumen adalah sebarisan pion dalam permainan catur ya kang. selalu dimpankan untuk ditelan industri. begitu ya Kang...

Anonymous August 12, 2008 at 5:24:00 PM GMT+8  

...Satu-satunya cara mencapai kemerdekaan hanya satu: berhenti jadi konsumen...

saya setuju. untuk benar2 merdeka, kita memang hanya punya satu cara itu. dan hukum itu, berlaku untuk semua hal.

@ tukang nggunem: yang diuntungkan emang konsumen mas.. tapi produsen 'jauh lebih untung lagi'.. he3..

Anonymous August 13, 2008 at 9:55:00 AM GMT+8  

to: tukang gunem
kalo yang mengantarkan ilusi itu bisa juga kita nikmati, itu baru enak, mas. ha2

to: gus
sebenarnya konsumen jg punya daya kok, mas. tapi dy tak pernah benar2 merdeka. itu aja.

to: lintanglanang
utk merdeka emang harus berhenti jadi konsumen. tapi dlm hidup, kadang kita harus mempertaruhkan kemerdekaan. utk hal2 yang mngkn saja pragmatis. mengesalkan, tapi ya begitulah....

Ngatini August 14, 2008 at 3:04:00 PM GMT+8  

mungkin karena kita semua (sebenernya aku pribadi sih) udah bosan dengan suasana resmi, kuno dan membosankan..hahaha..

Ngatini August 14, 2008 at 3:08:00 PM GMT+8  

hari gini siapa yang mau upacara? apa ceramah yang dukumandangkan bener2 masuk ke telinga kita?eh..aku ding..
pokoke kita gak akan pernah merdeka, jadi ya nikmati aja..yang penting hepi..

Anonymous August 15, 2008 at 4:53:00 PM GMT+8  

XL memang suka Bo'ong ^^!
kan punya Singapore...
kalo provider dlm negeri gmn ya???

Haris Firdaus August 16, 2008 at 10:55:00 AM GMT+8  

to: ngatini. gak suka ma upacara? sama. kenapa? karena toh upacara hanya bungkus, tanpa esensi yang memadai. menikmati ketidakmerdekaan? hmmmm.....

to: lintang
mksh link nya mas. ada orang2 nasionalis yang akhire gerah jg ma iklan itu. nasionalisme masih ada bung, meski nasionalisme sempit.

to:koekoeh
masak sih XL suka boong?

Yudhi Herwibowo August 22, 2008 at 9:12:00 PM GMT+8  

ikutan nimbrung...
sebuah iklan biasanya aku liat dari segi artistiknya dan kekuatan ceritanya... iklan gak perlu to the point, tapi cukup menohok pelan saja...
iklan xl dari semua yang sudah diungkapkan, merupakan suatu bentuk iklan yang diarahkan pada tema tertentu. mungkin kita menangkapnya iklan itu ingin mewujudkan kemerdekaan konsumen, tapi sebenarnya yang diusung hanyalah point2 standar untuk jualan. sama sekali tak memiliki nilai arsistik, dan kedangkalan segi cerita. tema xlkamasi yang sebenarnya ingin diusung, malah mengusik kita karena iklan itu beredar bertepatan sekali dengan bulan agustus, saat jiwa2 nasionalis kita : mau gak mau, sadar gak sadar, ada dipuncak (apalagi olimpiade kita dapet emas). Rasanya walau bukan nasionalis2 amat, tetap merasa gak tega melihat kepongahan xl mempermainkan proklamasi begitu. sebuah iklan tanpa nilai arstistik seluas-luasnya, dan dengan kekuatan cerita seperti orang bodoh mengajari orang bodoh yang lain...

Dony Alfan August 24, 2008 at 10:51:00 PM GMT+8  

Saya pengguna XL je, jadi cukup seneng juga dengan turun tarif ala XL itu, meskipun saya pengennya telpon dan sms gratis, hehe

Tapi konsumen seluler di Indonesia masih lebih merdeka dibanding di Kuba, telpon seluler di sana dibatasi, harga handset-nya mahal, dan perijinannya ribet

Anonymous August 25, 2008 at 10:01:00 AM GMT+8  

to: tawaran special

terima kasih komen berbobotnya. iklan xl emng hanya mendompleng momen agustusan tapi isinya ya standar aja.

to: dony alfan
kadang2 kalo trjdi penurunan tarif, kt justru mlh tambah sering make. jadi konsumsinya tambh bnyk. itu kan yg diinginkan xl?

Anonymous August 25, 2008 at 6:40:00 PM GMT+8  

tumben di blogmu ada foto wanita cantik, luna maya,,,, aku bosen tu sama iklannya luna maya, over ekspose... kalo cowo2 mesti seneng..(puitri)

Anonymous September 21, 2008 at 10:46:00 AM GMT+8  

biro iklan xl nya gag mudheng filosofi kemerdekaan kali mas. asal bwt iklan yg "menggemparkan" ajah.:p

Post a Comment

  © Blogger template Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP