Mike yang Bisa Terbang
>> Sunday, December 2, 2007
Sabtu malam kemarin mungkin saya memang sudah kehabisan ide bagaimana menghabiskan malam. Setelah mengetik sebentar, membaca-baca beberapa tulisan, saya akhirnya bosan dan mulai melirik televisi. Saya tahu, resiko terbesar dari menonton televisi adalah kekecewaan karena tak banyak program yang bisa kita sukai dari sana. Tapi saya beranikan ambil resiko itu, dan di malam yang agak dingin itu saya pencet remote televisi, duduk di sebuah kursi santai, dan mulai memilih chanel.
Beberapa stasiun televisi tak menampakkan gambar secara bagus karena terganggu adanya angin pada sore sebelumnya. Gambar-gambar di Trans TV dan Metro TV misalnya, goyang-goyang dan membikin mata sakit. Otomatis, keduanya tak jadi pilihan saya. Saya beralih ke RCTI dan menemukan para finalis Indonesian Idol sedang beradu untuk memerebutkan tiket ke Asian Idol.
Saya kira, Anda semua tahu: Indonesian Idol dan acara pencarian bakat lainnya adalah acara yang banyak mendapat banyak kecaman dari para pengamat sosial dan media. Kata para pakar tadi, acara macam itu adalah sebuah pemenuhan kebutuhan instan atas hasrat ingin cepat berhasil. Acara-acara demikian menawarkan mimpi yang tak sedikit dan melambungkan harapan banyak orang untuk menjadi idola. Faktanya, idola adalah semacam produk industri yang dihasilkan dengan mesin pencitraan dan kampanye berbau emosi dan air mata.
Kisah tentang Ihsan membuktikan bagaimana belas kasihan, dan bukan kualitas suara, yang akan lebih banyak berperan dalam ajang demikian. Penonton diaduk emosinya, untuk kemudian digiring ke suatu muara pemikiran tertentu, dan akhirnya “dipaksa” buat melakukan sesuatu yang seolah punya dasaran yang kuat. Industri selera menjadi sesuatu yang dibutuhkan dalam ajang itu. Dan, drama adalah bagian integral buat mencari massa pendukung. Para idola itu harus bisa membikin terharu penonton, atau kalau perlu membuat mereka menangis histeris, supaya bisa menarik simpati dan akhirnya dukungan berupa sms pun mengalir.
Betapa mayanya sebuah kualitas ketika ia dihitung dari sebuah sms yang dikirim oleh orang tak dikenal yang lokasi geografisnya tak terlacak. Agak janggal juga bahwa demokrasi pun akhirnya merembet ke panggung hiburan. Tapi soal sebenarnya adalah bagaimana membuat penonton merasa terlibat. Dengan membikin penonton merasa terlibat dan bahkan disanjung sebagai pihak yang “menentukan”, orang akan mudah teraduk secara emosi, dan akhirnya tersugesti buat berpartisipasi.
Saya tahu paradoks-paradoks itu. Tapi malam minggu kemarin, saya sedang butuh hiburan dan lebih baik berpikir santai: toh Indonesian Idol juga menawarkan sebuah hiburan yang berkualitas. Saya lihat para finalis dengan suara yang bagus, gaya bernyanyi yang atraktif, dan keinginan untuk memesona yang tak selalu berhasil. Maka, malam itu Indonesian Idol jadi tampak menarik ketika Glenn Fredly tampil bersama Mike. Suara keduanya yang—bagi saya—berada dalam karakteristik yang hampir sama membuat saya dicekam oleh suara melankolis mereka yang mendayu. Lagu-lagu cinta yang kalem dan sangat “dalam” membuat saya tahu: Indonesian Idol ternyata berguna bagi orang yang sedang kesepian seperti saya.
Saya juga terhibur ketika penyanyi yang tak terlampau saya sukai, Dewi Sandra, tampil bersama Rini. Bagi saya, penampilan Rini lah yang lebih banyak memukau. Gayanya yang atraktif, dan kemampuan vokalnya yang “genit” membuat penampilan Rini malam itu tampak sebagai kontras yang sempurna dengan penampilan Mike. Keduanya, bagi saya, adalah dua penyanyi yang punya karakter berlainan. Maka ketika keduanya berduet menyanyikan “Ketahuan”-nya Matta, saya sedikit kaget. Lagu “norak” itu ternyata bisa juga dibawakan dalam ajang macam Indonesian Idol, dan yang tambah membuat heran adalah karakter duo penyanyinya yang berlainan. Kalau Mike adalah penyanyi yang “hampir tanpa gaya”, Rini adalah penyanyi yang dengan atraktifnya memainkan goyangan, kerlingan mata, dan senyum, sebagai bagian integral dari tontonan bernyanyi. Meski hasil duet mereka bagi saya agak meragukan karena gaya yang tidak “bertemu”, tapi penampilan keduanya tetap sesuatu yang menghibur.
Justru ketika Melly Goeslaw tampil bersama Delon, saya malah merasa ada yang kurang. Ketika keduanya tampil, saya membatin: penampilan keduanya malam itu tak terlalu memesona. Meski teknik vokal keduanya jelas tak diragukan, tapi entahlah. Saya merasa ada sesuatu yang beda saja dengan penampilan mereka jika dibanding Mike dan Glenn. Saya kurang yakin apakah karena pilihan lagunya, atau penampilan keduanya yang terlalu “tertib”.
Pilihan lagu yang menantang justru dibawakan Ihsan. “Nakal”-nya Gigi jelas bukan lagu yang gampang. Apalagi, keluar dari karakter vokal Arman Maulana juga bukan hal yang mudah. Sangat sulit membuat lagu-lagu Gigi menjadi hidup tanpa harus terjebak dalam gaya bernyanyi Arman. Tapi Ihsan mampu berduet dengan Arman tanpa saling mematikan. Keduanya tampil dengan asyik, dengan gaya atraktif masing-masing meski tentu saja Ihsan tak mampu menandingi gaya panggung Arman yang tak ada duanya.
Setelah beberapa penampilan berlalu, puncak penampilan malam itu tetap saja Mike. Pria gemuk yang akhirnya terpilih jadi wakil Indonesia ke Asian Idol itu menutup acara dengan lagu “I Believe I Can Fly”. Sebuah lagu menyentuh yang amat cocok dengan karakter vokal Mike. Dan, saya lihat sebuah hiburan yang menyentuh. Saya tahu, kenapa banyak orang akhirnya kecanduan acara macam itu: dalam acara yang demikian, terkadang keharuan memang bukan rekayasa. Mike jelas seorang penyanyi yang tak banyak tingkah. Ia seperti kata teman saya siang tadi, juga tidak “good looking”. Tapi saatnya sebuah kualitas seorang penyanyi tak diukur dari tampangnya. Bagaimanapun, kemampuan menghibur seorang penyanyi adalah suaranya, dan bukan gayanya dan goyangannya yang erotis. Jadi, Mike, selamat. Saya percaya, kau bisa terbang kok!
Sukoharjo, 2 Desember 2007
Haris Firdaus
1 comments:
sy posting ulang omentar petryhear yang nyasar di posting lain:
poetryheart berkata...
I believe I can Fly.... I believe I can touch the sky. wuih itu lagu keren bgt ris, sayang aku tdk nonton malam itu. malam itu memang hujan ya kota kita, jadi lebih enak tinggal di rumah. lagu itu pasti pas dinyanyikan mike yg gendut dan kalem..lagu itu justru liriknya ngaduk emosi , krn menyentuh bgt bila kita rasakan sampai jauh dlm hati, menyemangati kita utk terus menyatakan impian, seperti nama blogmu ini, rumah impianmu RIs..
acara tv juga ada ko yg menarik misal oprah show di metro, biography di metro, acara jelajah alam itu juga lumayan.
December 5, 2007 2:16:00 AM PST
Post a Comment