Manunggaling Musik dan Gosip
>> Monday, June 1, 2009
Salah satu jenis tayangan yang sekarang paling banyak disiarkan televisi kita selain sinteron, berita, dan infotainment adalah acara musik. Sejak kemunculan “Inbox” di SCTV pada 7 Desember 2007, acara-acara yang menampilkan video klip musik dan suguhan musik live makin menjamur. Kita bisa menyebut beberapa nama lain selain sang pionir: “Dahsyat”, “Klik”, “Derings”, “On The Spot”, “By Request”, “60 Minute”, dan “Playlist”.
Di antara semua nama itu, acara “Dahsyat” merupakan satu yang paling berhasil dari segi perolehan pemirsa. Muncul pertama kali pada Maret 2008, “Dahsyat” mengalami peningkatan yang cukup signifikan dilihat dari rating dan share. Pada Juli 2008, misalnya, angka share acara ini baru mencapai 13-14 persen. Pada Maret 2009, angka ini telah melonjak drastis menjadi 35-40 persen dengan rating rata-rata 3,2 tiap harinya. Ketika “Dahsyat” menampilkan Hilliary Clinton pada 19 Februari 2009, angka share acara tersebut mencapai 50 persen dan ratingnya mencapai lima.
Dengan angka sebesar itu, “Dahsyat” bahkan bisa disebut telah mengalahkan “Inbox” yang angka share-nya hanya berkisar pada 18-25 persen. Perolehan kuantitatif semacam ini tentu saja sangat mungkin tidak mencerminkan kualitas acara. Pada kenyataannya, isi tayangan acara-acara musik itu sebenarnya hampir sama: menayangkan video klip, mengundang grup musik populer untuk manggung live, serta ditambahi dengan request musik dari penonton.
Yang paling membedakan “Dahsyat” dengan saingan-saingannya adalah kemampuan para pembawa acaranya untuk membangun suasana santai dan penuh humor. Raffi Ahmad, Olga Syahputra, dan Luna Maya merupakan trio yang dianggap berhasil menaikkan pamor “Dahsyat”. Yang menarik, guna membangun humor dan suasana yang santai, ketiganya tak jarang memanfaatkan gosip pribadi mereka sebagai bahan obrolan dan senjata guna saling mengejek. Gosip percintaan Raffi dengan sejumlah artis perempuan, atau rumor kisah cinta Luna dengan Ariel Peterpan, adalah dua gosip yang paling sering dieksploitasi agar acara terlihat semarak.
Saat Peterpan hadir sebagai bintang tamu dalam acara itu, misalnya, gosip cinta antara Luna dengan Ariel pun langsung menjadi bahan obrolan dan ledekan yang memancing tawa penonton. Saat acara “Dahsyat Award”, Luna bahkan diminta mencium Ariel di atas panggung, di hadapan jutaan mata yang menonton siaran itu secara langsung. John Fair Kaune, produser eksekutif “Dahsyat”, dengan lugas menyatakan bahwa gosip pribadi Luna atau Raffi merupakan bumbu yang sangat tepat untuk membuat acara ini berbeda. Obrolan tentang gosip pribadi semacam itu, menurut John, ternyata mendongkrak rating “Dahsyat”.
“Menganggurnya” Pikiran
Naiknya rating dan share “Dahsyat” hanya gara-gara acara itu mengeksploitasi gosip pribadi para pembawa acaranya makin mengukuhkan anggapan bahwa gosip merupakan komoditi yang tinggi nilainya dalam dunia televisi kita. Setelah kemunculan infotainment yang gegap gempita dan tak pernah mati, perbincangan tentang wilayah privat seorang artis merembet ke tayangan musik yang sejatinya tak pernah memiliki relasi langsung dengan kisah-kisah pribadi semacam itu.
Sebuah tayangan musik seharusnya dinilai dari format acaranya dan kualitas video klip atau band yang ditampilkan dalam cara itu. Namun, kasus “Dahsyat” telah membuktikan bahwa kualitas musik ternyata tak lebih berpengaruh ketimbang gosip. “Dahsyat” adalah bukti yang tak terelakkan tentang manunggaling—atau bersatunya—musik dan gosip. Menjual gosip, dan bukan meningkatkan kualitas musik, pada akhirnya menjadi pilihan yang menggiurkan untuk menggaet penonton.
Bersatunya musik dan gosip ini juga menunjukkan bahwa masyarakat kita adalah sebuah masyarakat yang dikuasai gosip. Dari hari ke hari, pergunjingan artis dan pergunjingan politik terus-menerus hadir, dan harus diakui: sebagian besar masyarakat kita menyukai gosip semacam itu. Harus diakui pula: bergunjing merupakan aktivitas dominan dalam interaksi sehari-hari masyarakat kita.
Menurut Alfathri Adlin (2008), maraknya pergunjingan dalam interaksi sosial kita sebenarnya merupakan ekses dari “menganggurnya” pikiran karena tak mendapat “makanan” atau “pekerjaan” yang tepat. Ambil misal seorang ibu rumah tangga yang tiap harinya melakukan pekerjaan rumah selama beberapa jam. Ibu tersebut hanya memberi pekerjaan pada fisiknya, sedangkan pikirannya bisa dikatakan tak mendapat “pekerjaan” yang memadai sehingga pergunjingan tentang hal remeh temeh dengan tetangganya menjadi “pertukaran pikiran” yang tak terhindarkan. Gosip-gosip yang ia lihat di televisi menjadi tayangan yang lezat karena bisa menjadi bahan “pertukaran pikiran” dengan tetangga-tetangganya. Pada akhirnya, gosip menjadi “makanan” bagi pikiran-pikiran manusia yang tak pernah diajak untuk berefleksi tentang diri dan kehidupannya.
Filsuf Martin Heidegger jauh-jauh hari telah mengingatkan, kegemaran bergunjing akan menyebabkan manusia mengalami kejatuhan eksistensial. Kejatuhan eksistensial ini bisa dimaknai sebagai terkurungnya manusia di dalam dunia keseharian yang penuh banalitas dan common sense, tapi minus refleksi yang mendalam. Dunia keseharian yang banal tersebut selalu dikelilingi oleh pergunjingan. Pergunjingan dalam kaca mata Heidegger tidak hanya mencakup pembicaraan mengenai aib orang lain, tapi juga meliputi semua perbincangan tentang hal-hal yang tak penting, tidak substantif, dangkal, dan minim refleksi.
Pembicaraan mengenai kisah cinta Luna Maya dengan Ariel, atau riwayat asmara Rafii Ahmad dengan sejumlah artis, tentu saja masuk ke dalam kategori pergunjingan yang dikatakan Heidegger. Pembicaraan macam itu memang menarik dan kadang-kadang seru, tapi percayalah: ia tak akan menambah kapasitas kita sebagai makhluk yang berpikir dan reflektif. Manunggaling musik dan gosip dalam “Dahsyat” hanya menambah daftar panjang pergunjingan yang secara potensial—atau bahkan aktual—membuat kita sebagai manusia mengalami kejatuhan eksistensial.
Haris Firdaus
gambar diambil dari sini
21 comments:
tapi kadang makhluk yang berpikir dan reflektif malah berkesan seperti autis maupun antisosial, hehehehhe
CMIIW
btw PERTAMAXXX...
Pagi, denger2 dari nak visi ini tah tulisan2 drmu. Td pas tak lihat di arsip ternyata udah banyaaak juga y.. penulis yang produktif.
sempat baca2 cepat yang laen juga, pikirannya kok bisa kesana-sana y, ada aj yang dibahas..
eh sampe lupa, comment buat tulisan diatas.
memang acara musik dan gosip seperti itu membuat pikiran mandek,,. apalagi bagi anak2 SMA yang baru selesai menempuh ujian dan libur panjang, kebanyakan nganggur dirumah dan menonton tv seharian. pikiran benar2 mandek. aku pernah mengalaminya dulu. dan sedikit kaget saat memasuki kuliah dengan bergabung sama orang2 yang pemikir, diri terasa ketinggalan jauh dari iptek..
saat membaca buku robet t. kiyosaki aq baru sadar bener2 sadar pentingnya pikiran. sekarang adalah abad informasi, bukan abad industri lagi. perubahan sangat jelas kentara saat drk pulang kedesa.. jelas cara pemikiran mereka ada didepan mata. pikiran2 yang membuatku semakin tidak nyambung saat mengobrol bahas gosip, tv, dan seputar pekerjaan mereka, maklum di desaku kebanyakan tamatan smp & langsung kerja. kuliah menurut mereka adalah sesuatu hal yang sangat besar&hebat. padahal kita anak2 kuliah juga hanya diajarkan untuk menjadi pekerja. belajar yang rajin, sekolah yang tinggi, dan dapatkan pekerjaan yang bagus dan terjamin diperusahaan besar atau pemerintahan, dan menabunglah. menurut robet itu nasehat yang kuno dan itu mngkin bagus di abad industri tp tidak di abad informasi. ayah haya robet malah mengajarkan untuk memperoleh perusaan tsb. gagasan finansial yang sederhana..
itu sebabny aq ketawa sinis mendengar orang ygmengejek aku ambil jurusn ini. pekerjaan apapun sama aj.. tapi pikiran kita untuk berfikir bgmna uang bekerja untuk kita yang membuat kita berhasil.
Loh.. kok nglantur, he2..
maaf mas anak kecil s0k taw.
yah asah terus aj kreatifitas kita.
ubah persepsi..!
Soalnya leluconnya dahsyat alami sich.. keakraban antar presenternya juga terlihat begitu hangat. Sehingga penonton suka melihatnya
televisi dalam kotak hiburan seakan-akan disetel dengan level volume yang besar untuk menangkap kekosongan yang sebenarnya merayap dalam kehidupan negeri ini, benar sekali ketika ada seorang teman berkata televisi semakin lacur
tayangan2 semacam itu menarik, bisa saja menggambarkan bahwa sebagian besar penonton TV punya naluri besar utk hidup nyaman di tengah maraknya gosip. mereka merasa nikmat jika mendapatkan gosip2 hangat, apalagi yang sedang jadi publik figur. ngemeng2, "dahsyat" bisa terdongkrak ratingnya bisa jadi kena sihir kedipan mata luna maya yang hampir2 sanggup merampas iman di dada setiap lelaki, wakaka ...
tayangan2 ngepop sekedar memanjakan mata tapi membutakan hati...
ujung2nya cuci otak dan pengkerdilan diri...
jadi inget njeng syeh siti
televisi sebagai kotak ajaib telah bnar2 termanfaatkan oleh semuanya...
berita, gosip, musik, dll ada di kotak ini...
sayange aku ra nduwe tipi dadi ra tau nonton tipi
gosip memang adalah sesuatu yang enak sekali diperbincangkan ;)
ya bisa jadi dahsyat jadi semakin populer mungkin karena adanya Luna Maya yg konon menurut gosip sedang berpacaran dengan Ariel, sehingga hal itu membuat penasaran para penonton dahsyat sekaligus daya tarik acara musik ini.
Iya benar, dari acara-acara seperti itu memang "dasyat" yang paling popular, iya bener, kebukti, kalo masyarakat itu memang suka gosip!
yang namanya gosip memang sudah membudaya dari dahulu seperti misalnya, acara petan (mencari kutu) ibu2 dikampung. jadi tak aneh klo acara-acara seperti itu sampe sekarangpun tetap digemari.
tenane Ris???
Tapi menyenangkan lho... Buktinya orang kalo diminta tdk menggunjing, tar pasti da yang demo... "MELANGGAR HAM" hehehe....
waduh, musik anak muda jaman sekarang memang aneh-aneh mas. ditambah lagi acaranya. :D
pada dasarnya aku suka musik populer yang ringan2, dan moderat terhadap gosip. nonton musik plus gosip perlu disyukuri. satu kali dayung, dua tiga empat meter terlampaui. asyikkk. trims trans tv, sctv pelopr demokrasi musik indonesia...
kosong....sebenernya ya apa-apa yang ada di TV itu banyak omong kosong! saat kita berpikir kita melihat sesuatu yang "alami" itu sudah menandakan kalo kita kosong... kita tidak lagi berpikir tentang benar-tidaknya suatu peristiwa. kebenaran itu tidaklah datang sendiri, kitalah yang harus mencari kebenaran itu
Mungkin agar lebih mudah dibodohi oleh yang berkepentingan dengan kekurangtahuan masyarakat kita. Jadi dijejali hal-hal nggak penting.
@ bias :
"tapi kadang makhluk yang berpikir dan reflektif malah berkesan seperti autis maupun antisosial"
ya yang seperti ini, menganggap yang reflektif dan berpikir sebagai autis dan antisosial. yang banal memang yang paling mudah dipahami dan membuat semua orang merasa eksis. begitu? heran!
kk\
bener tuh mas... gosip bisa mendongkrak rating
Post a Comment