Bunga Kering Sigmund Freud

>> Sunday, April 20, 2008




Suatu hari, Sigmund Freud bermimpi ia baru saja menyelesaikan sebuah buku mengenai tanaman tertentu. Dalam mimpinya, buku yang baru saja selesai itu tergeletak di hadapannya. Pada saat yang sama, ia membuka sebuah koleksi tanaman kering.

Sampai pada kejadian itu, seingat Freud—seperti yang kemudian diabadikannya dalam sebuah catatan—mimpinya berhenti.

Selaiknya orang biasa, Freud juga bertanya-tanya tentang makna mimpi itu. Tapi rasa penasaran itu tak ia hilangkan dengan mendatangi ahli tafsir mimpi. Ia kemudian melakukan perenungan atas mimpinya sendiri. Dalam perenungannya itulah Freud membiarkan pikirannya menelusuri relung-relung masa silamnya yang ia anggap berhubungan dengan unsur-unsur dalam mimpinya.

Ia kemudian menemukan “sesuatu”. Melalui perenungan atas mimpinya, Freud lalu menghubungkan “tanaman” dalam mimpinya dengan “bunga”. Adapun “tanaman kering” yang juga dijumpainya di mimpi tersebut ia hubungkan dengan “bunga kering”. Setelah penghubungan macam itu, ia kemudian mengenang hubungannya dengan orang-orang yang memengaruhi hidupnya di masa silam: istrinya, profesornya, dan lain sebagainya.

Melalui pengembaraan dan tafsir atas mimpi itu, Freud konon mendapatkan sebuah tilikan yang mendalam mengenai dirinya sendiri. Erich Fromm, salah satu penerus sekaligus kritikus Freud, di kemudian hari mengatakan bahwa secara ironis mimpi itu merupakan “gambaran diri” dari Freud sendiri.

Menurut Fromm, “bunga”—yang hadir dalam ingatan Freud—adalah lambang cinta, sukacita, dan persahabatan. Freud, kata Fromm, telah mengubah “bunga” itu menjadi “bunga kering” dalam artian mereduksi cinta dan persahabatan hanya menjadi naluri-naluri seksual yang bisa diteliti secara empiris.

Pendapat Fromm itu sangat mungkin mengacu pada sikap Freud tentang dorongan-dorongan seksual yang dianggapnya banyak memengaruhi tingkah laku manusia. Penemuan Freud tentang dorongan seksual itu adalah juga bagian dari psikoanalisa selain tentu saja pendiriannya tentang mimpi.

Khusus mengenai soal mimpi, kasus Freud dan mimpinya sendiri adalah kejadian penting dalam perkembangan pemahamannya tentang mimpi. Di kemudian hari, ilmuwan yang lahir pada 6 Mei 1856 ini bahkan berhasil mengembangkan sebuah “seni tafsir mimpi”. Fromm menyebut bahwa “seni” itu merupakan salah satu sumbangan terbesar Freud dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.

Freud menganggap mimpi sebagai produk psiskis yang otomatis pasti merupakan perwujudan suatu konflik. Menurutnya, mimpi adalah pemenuhan hasrat-hasrat yang tak bisa dipuaskan dalam kenyataan sewaktu orang berjaga. Hasrat yang tak terpuaskan itu bisa jadi karena si individu melakukan represi atas hasrat tersebut. Dalam hal ini, mimpi adalah perwujudan pula dari hasrat yang mengalami represi.

Secara definitif, menurut Freud, mimpi adalah “cara berkedok untuk mewujudkan keinginan yang direpresi.” Dalam keadaan tidur, proses represi atas hasrat yang dipendam oleh individu menjadi kendor, biarpun itu tak berarti ia hilang sama sekali. Represi itu tetap ada dan itulah yang akhirnya menyebabkan hasrat atau keinginan terpendam tadi mencoba melakukan pelolosan diri dengan “menipu” sensor yang ada.

“Penipuan” itu terjadi dengan cara mengubah bentuk keinginan tersebut sehingga yang hadir dalam mimpi sebenarnya hanya merupakan “simbol” dari keinginan. Keinginan atau hasrat, karena masih tetap direpresi, tak bisa hadir dalam bentuk “aslinya”.

Dengan melakukan penyelidikan atas apa yang menyibukkan si pemimpi pada hari sebelumnya, analisa mimpi dapat mengartikan mimpi sebagai keinginan tak sadar yang muncul dalam kesadaran. Pada titik ini, mimpi tak lain daripada realisasi suatu keinginan.
***

Saya pernah berdiskusi dengan seorang kawan tentang pendapat Freud yang menganggap mimpi sebagai “pemenuhan hasrat-hasrat yang tak bisa dipuaskan dalam kenyataan sewaktu orang berjaga”. Kawan saya itu kemudian bertanya: “Bagaimana dengan mimpi buruk?” Bagi kawan saya, hasrat atau keinginan biasanya hanya berkorelasi dengan hal-hal yang positif sehingga hanya akan “tersimbolkan” melalui “mimpi indah” dan bukan mimpi buruk.

Tapi rupanya, Freud seperti sudah menyiapkan jawaban atas pertanyaan macam itu. Baginya, manusia tak hanya memiliki hasrat-hasrat yang “positif”. Manusia, ungkap Freud, juga memiliki hasrat sadistis dan masokhistis yang menghasilkan kecemasan. Nah, kecemasan itulah yang kemudian “disalurkan” menjadi sebuah mimpi buruk.

F. Budi Hardiman pernah mengatakan bahwa pendapat Freud tentang kepemilikan hasrat sadistis dan masokhistis oleh manusia itu bisa jadi akan mengherankan bagi kita yang tak mengenal psikoanalisa. Ya, jawaban Freud itu memang “mengherankan” bagi mereka yang tak tahu atau tak mengakui fenomena ketidaksadaran dalam diri manusia.

Menurut Budi Hardiman, Freud berhasil membuktikan bahwa manusia bukan hanya “hewan yang rasional” tapi juga sosok yang memiliki sisi gelap irrasional. Di balik segala pikiran terang yang dimiliki manusia, ada sisi gelap yang sama sekali tidak tersentuh rasio. Lebih ekstrem lagi, Freud berpendapat bahwa pikiran yang terang itu hanya merupakan kedok-kedok untuk menyembunyikan hasrat-hasrat naluriah yang irrasional.

Dalam kondisi ketidaksadaran itulah terletak hasrat-hasrat yang tak tercapai sekaligus yang direpresi. Dalam ketidaksadaran itu pula manusia menyembunyikan hasrat-hasrat yang bersifat sadistis atau masokhistis.

Ketidaksadaran dalam sosok manusia yang dikemukakan Freud adalah salah satu pokok penting psikoanalisa. Kalau “seni tafsir mimpi” dianggap Fromm sebagai salah satu sumbangan terbesar Freud terhadap ilmu-ilmu kemanusiaan, penemuan tentang fenomena ketidaksadaran dalam diri manusia dianggap Fromm sebagai “sumbangan paling besar” bagi umat manusia oleh Freud.

Fromm, menurut saya, tak berlebihan. Melalui penemuannya akan fenomena ketidaksadaran itu, Freud memang memberi kita pengertian yang jauh lebih jernih terhadap diri kita sendiri. Meski sebagian besar teorinya ia peruntukkan untuk para penderita neurosa, mereka yang “normal” pun tetap bisa memanfaatkan Freud guna kepentingan masing-masing.

Sukoharjo, 18 April 2008
Haris Firdaus

1 comments:

SOLUSI KEHIDUPAN April 19, 2012 at 1:13:00 AM GMT+8  

I believe in freud. I love him.full of honesty vision.

Post a Comment

  © Blogger template Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP