Rumahmimpi.net

>> Tuesday, November 3, 2009

Sejak September 2009, saya telah pindahan blog. Blog ini tidak akan saya update lagi. Saya akan menulis di blog baru saya secara rutin, yakni: rumahmimpi.net. Sebelumnya, saya me-redirect blog ini ke rumahmimpi.net. Tapi mulai sekarang, blog ini akan tetap saya biarkan begini. Sebagai kenang-kenangan.

Terima kasih.
Haris Firdaus

Remaja dan Hasrat Berteman

>> Thursday, September 10, 2009



Nama aslinya Saddam Husein, tapi ia sering dipanggil Kastro. Ia seorang ABG, masih SMA, rumahnya tepat di muka rumah saya. Sangat mungkin ia dilahirkan semasa Perang Teluk sehingga ayahnya yang nge-fans berat dengan Presiden Irak Saddam Husein memberikan nama persis dengan sang presiden. Seperti lazimnya ABG, Kastro selalu ingin tampil beda: ia gemar memakai busana hitam-hitam, kaos dengan tulisan tak jelas yang kelihatan sangar, potongan rambutnya gondrong di bagian belakang dan cepak bagian depan.

Pada suatu hari, saya melihat Kastro sibuk berbicara melalui handphone. Di dekatnya ada seorang kawannya yang masih sekampung dengan saya. Saya duduk cukup dekat dengan Kastro sehingga bisa tahu bahwa ia bicara dengan seorang perempuan—juga masih ABG. Kawan cowok di sebelahnya, namanya Nuri, tampak antusias mendengar percakapan Kastro dan teman ceweknya. Kadang Nuri memberi komentar, atau ikut dalam percakapan. Ia beberapa kali meminta handphone supaya bisa berbicara dengan sang cewek di seberang. Ternyata, Nuri dan Kastro memang bicara secara bergantian dengan cewek yang kalau tak salah namanya Mawar itu. Saya mendengar cukup lama obrolan mereka dan tahu: ketiganya sebenarnya hanya saling kenal via handphone. Entah dengan cara bagaimana, Kastro atau Nuri mendapatkan nomor Mawar lalu mengajkanya berkenalan. Mawar menyambut ajakan itu sehingga terjadilah percakapan panjang penuh gelak.

Perkenalan nonfisik via handphone yang dilanjutkan percakapan panjang itu bisa terjadi karena Kastro atau Nuri baru saja membeli kartu perdana merek tertentu yang, kala itu, sedang menggelar promosi besar-besaran melalui pemberian tarif telepon sangat murah. Tarif bicara sesama operator hanya Rp 1 per menit. Untuk ukuran Indonesia, tarif itu sangat murah sehingga Kastro pun membeli kartu perdana dan secara iseng menelepon nomor handphone yang menggunakan operator sama. Mujur ia bertemu ABG perempuan bernama Mawar dan kemudian mereka berkenalan.

Read more...

Anak-anak dari Dusun Global

>> Saturday, August 29, 2009


Perlahan-lahan ada yang sedang berubah dari dunia anak-anak di sekeliling kita. Sebuah pergeseran yang terjadi dalam imajinasi mereka, juga ketertarikan, dan harapan-harapan. Kebudayaan anak-anak Indonesia tak mungkin lagi dianggap sebagai ruang sempit yang hanya berisi produk-produk kultural yang ditafsirkan sebagai “asli Indonesia”. Suka atau tidak, kita sedang menyaksikan anak-anak itu memasuki satu ranah budaya baru: sebuah lanskap kultural yang pernah disebut Marshall McLuhan sebagai “dusun global”.

Pemikiran ihwal pergeseran itulah yang hadir di kepala saya, menjadi satu kesimpulan sementara tentang dunia anak-anak paling kontemporer di Indonesia, ketika saya memandangi satu demi satu lukisan-lukisan yang dipamerkan dalam Pameran Lukisan Anak dan Remaja 2009. Pameran yang diadakan di Balai Soedjatmoko, Solo, pada 22-28 Juli 2009 itu bisa menjadi bahan refleksi mendalam tentang wajah anak-anak Indonesia hari ini. Diikuti sekira 27 pelukis yang masih menempuh pendidikan di taman kanak-kanak sampai SMA, pameran yang kebanyakan menampilkan lukisan realis tersebut merupakan cermin bening tentang imajinasi, harapan, juga dunia yang paling dekat dengan anak-anak di Indonesia.

Secara umum, obyek yang menjadi bahan lukisan dalam pameran itu memang bervariasi: pemandangan sawah dan gunung, tokoh kartun, binatang, dunia sosial manusia, garis dan komposisi abstrak, serta pelbagai ihwal lain. Tapi dipandang dari sudut yang lebih jeli, ada kecenderungan lukisan-lukisan dalam pameran tersebut menampilkan anasir-anasir dari kebudayaan yang bisa dikatakan sebagai “bukan asli Indonesia”.

Read more...

Dan Keresahan Makin Akrab

>> Saturday, August 15, 2009

pameran4
Indonesia hari ini adalah sebuah dunia yang resah. Dan, kebanyakan seni yang tercipta di masa ini seringkali jadi cermin yang memantulkan keresahan itu.

Asep, Budi, dan Jajang berdiri berjejer. Ketiganya masih mengenakan seragam putih merah khas SD mereka. Asep memegang stick playstation yang tersambungkan seutas kabel ke otaknya. Budi berdiri dengan wajah kaku memegang seikat buku—yang paling atas bertuliskan “matematika” sekaligus bergambar tengkorak. Di kepalanya ada sebuah bola lampu yang kelihatan baik-baik saja tapi tak tampak menyala. Jajang berdiri di pojok kanan, memegang timbangan yang menunjuk angka 90 ons. Di atas timbangan itu ada segumpal otak manusia.

Tentu saja saya tidak melihat mereka di jalanan sepulang sekolah. Saya melihat mereka di dalam sebuah lukisan karya Isa Perkasa yang secara resmi dilabeli “Sekolah Dasar” (135 x 200 cm, 2009). Lukisan yang digambar menggunakan pastel ini menjadi satu dari sekian banyak karya yang dipajang dalam pameran bertajuk keren: “Indonesia Contemporary Drawing”. Pameran yang tentu saja khusus memajang karya yang dibuat dengan seni gambar ini berlangsung pada 16-24 Juni 2009 di Galeri Nasional, Jakarta. Ada 53 perupa Indonesia yang turut serta. Selain Isa, sejumlah nama beken tercatat ikut: Agus Suwage, Ugo Untoro, Nus Salomo, Ivan Sagita, dan lain sebagainya.

Read more...

Teror Bom, Adu Cepat, dan Jurnalisme Ludah

>> Wednesday, July 22, 2009


Pemberitaan televisi kita soal bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton dipenuhi dengan adu cepat berita serta “jurnalisme ludah” yang berisi omongan spekulatif, perbincangan konspiratif, dan pertanyaan klise yang kadang-kadang konyol.

Di antara semua stasiun televisi Indonesia, Metro TV yang paling cepat mengabarkan peristiwa peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton pada Jumat, 17 Juli 2009 lalu. Hari itu, sebelum pukul 08.15, Metro sudah menyiarkan bahwa ada ledakan di Hotel Ritz-Carlton. Pertama kali berita dikabarkan lewat mata acara Headline News, lalu disusul acara berita khusus bertajuk Breaking News. Sebagai televisi berita, Metro terbiasa menghadapi peristiwa-peristiwa tak biasa semacam ini dengan membuat “acara dadakan” yang durasinya panjang dan isinya khusus membahas satu peristiwa.

Ledakan di JW Marriott terjadi pada pukul 07.47, sementara di Ritz Carlton pukul 07.57. Hanya beberapa menit kemudian, saya yang berada ratusan kilometer dari Jakarta sudah menyimak kabar soal ledakan itu, meski tentu saja, belum berupa informasi yang lengkap. Kemungkinan besar Metro TV menerima kabar kilat ini dari pemirsanya. Berita-berita soal ledakan tersebut pada detik-detik awal memang hanya berupa informasi lisan yang selama beberapa menit diulang-ulang.

Presenter Breaking News, selama beberapa menit, selalu mengulang kalimat, “Pemirsa, beberapa waktu yang lalu telah terjadi ledakan di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta.” Hal semacam ini, meski agak membosankan bagi kita yang menonton, tapi merupakan laku tak terhindarkan dari sebuah organisasi berita yang ingin secepat mungkin mengabarkan sesuatu pada khalayaknya. Pada momen-momen itu, saya kira, pengetahuan para awak redaksi Metro soal ledakan tersebut tak banyak berbeda dengan para penontonnya. Jadi, memang tak ada yang bisa disiarkan selain mengulang kalimat yang sama. Jangankan gambar, informasi lebih banyak soal ledakan itu saja belum didapat.

Read more...

Komunikasi dan Hasrat Ekonomi Solo

>> Thursday, July 2, 2009


Dalam sebuah diskusi tentang jati diri Kota Solo beberapa waktu lampau, Laura Romano, seorang peneliti kebudayaan Jawa asal Italia, mempertanyakan pemakaian slogan “Solo The Spirit of Java”. Secara esensial, slogan itu memang tepat sasaran karena wilayah Solo Raya yang memanggul slogan tersebut bisa disebut sebagai tempat di mana “jiwa kebudayaan Jawa” bersemayam. Akan tetapi, kenapa bahasa slogan tersebut justru seperti mengkhianati esensinya sendiri? Penggunaan bahasa Inggris dalam slogan tersebut, kata Romano, terkesan kontradiktif dengan semangat yang dibawanya.

Bukan hanya wilayah Solo Raya yang menggunakan slogan berbahasa Inggris. Kota Solo, sejak beberapa tahun belakangan, kerap mempropagandakan slogan “Solo Past is Solo Future”. Semangat yang dibawa kurang lebih sama dengan “Solo The Spirit of Java”. Menariknya, kegemaran memakai bahasa Inggris ini juga menular dalam hal pemberian nama tempat di Solo. Sebut misalnya ruang interaksi warga di sepanjang Jalan Slamet Riyadi yang disebut sebagai “city walk”, pasar malam Ngarsopuro yang dinamai “night market”, dan juga Solo Techno Park.

Dalam konteks sebuah kota, pemakaian suatu jargon dan pemberian nama tempat merupakan bagian dari proses “mengkomunikasikan kota”. Idealnya, perancangan sebuah slogan dan nama tempat di suatu kota juga memperhitungkan elemen-elemen dasar proses komunikasi. Dalam konteks ini, pemahaman proses komunikasi menurut Harold D Laswell bisa sangat membantu. Menurut Laswell, proses komunikasi bisa diringkas dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect. Dari konsepsi itu, kentara bahwa komunikasi terdiri dari beberapa elemen, yakni (a) komunikator atau penyampai pesan; (b) pesan yang disampaikan, (c) sarana penyampaian pesan; (d) komunikan atau penerima pesan; dan (e) efek komunikasi.

Read more...

  © Blogger template Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP